Senin, 14 Juni 2010

Salam redaksi

Hahaha.... maaf lama tidak diupdate!!!! Lagi sibuk penelitian. Mudah-mudahan setelah penelitian-penelitian ini selesai, bisa eksis lagi dengan konten-konten yang lebih berkualitas.

Kamis, 13 Mei 2010

Perkembangan Telepon Seluler Periode 2005-2010



Jika mengenang kembali 10 tahun yang lalu, banyak diantara kita yang masih asing mendengar kata “hand phone” ataupun “ponsel”. Ya, itu adalah perangkat komunikasi nirkabel yang dulu hanya dimiliki oleh orang-orang berduit yang tinggal di kota-kota besar saja. Namun sekarang ini, hampir semua orang, baik dari kalangan pejabat, pengusaha, tukang becak, hingga anak-anak SD sudah sangat akrab dengan alat elektronik yang dapat dimasukkan ke dalam saku tersebut. Mulai dari perkotaan hingga ke pelosok desa, kita bisa melihat orang menenteng ponsel. Bahkan beberapa diantara kita punya lebih dari satu ponsel. Kini orang yang tidak punya ponsel mungkin dianggap ketinggalan jaman.
Perkembangan teknologi seluler tersebut tidak lepas dari beberapa faktor, seperti semakin luasnya cakupan jaringan seluler, semakin murahnya biaya telepon dan berkirim pesan, hingga ketersediaan perangkat. Seperti kita ketahui, dulu orang punya ponsel hanya untuk telepon dan SMS. Namun kini fungsinya sudah semakin banyak, seperti sarana hiburan digital, ber-internetan, hingga sebagai penunjuk status sosial masyarakat.
Sebenarnya ponsel sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, namun di Indonesia baru booming sekitar tahun 2005. Bagaimana perkembangan perangkat komunikasi ini dari tahun 2005 hingga sekarang?
Tahun 2005
Tahun ini merupakan tahun mulai maraknya perangkat genggam tersebut. Hal ini dikarenakan harga ponsel yang semakin murah dan promosi yang semakin gencar dari operator seluler. Jenis dan varian ponsel juga semakin marak. Fitur hiburan sudah mulai dibenamkan pada ponsel-ponsel mahal. Kita lihat saja, ada yang menonjolkan resolusi kamera yang sampai 2 MP (baca: megapixel) seperti Sony Ericsson K750i, ponsel bersistem operasi simbian dari vendor Nokia. Ponsel dengan fitur media playerpun semakin melimpah jumlahnya, meskipun harganya masih di atas 2 jutaan. Dari segi desain, ada yang menawarkan desain klasik, slider, hingga lipat (clamshell). Ponsel berbasis CDMA juga mulai dikenal masyarakat.
Tahun 2006
Tahun ini merupakan tahun kelahiran generasi ke-3 (3G) di Indonesia. Operator seluler besar seperti Telkomsel, Indosat, dan XL kompak menyelenggarakan layanan baru ini. Ya, kelahiran 3G di Indonesia merupakan sejarah yang sangat berarti bagi dunia telekomunikasi. Dengan layanan ini kita bisa melihat lawan bicara melalui video calling, melakukan video streaming, hingga berinternetan dengan kecepatan tinggi. Tak ketinggalan para vendor pun giat menghadirkan ponsel dengan kemampuan tersebut. Saat itu, ponsel 3G harganya masih sangat mahal. Yang paling murah saja harganya masih di atas 3 juta. Euforia masyarakat terhadap teknologi baru tersebut juga sangat tinggi.
Yang tak kalah menarik adalah dikenalkannya ponsel yang mampu menyiarkan siaran TV analog oleh XL yang bekerja sama dengan Samart i-mobile di pertengahan tahun, tepatnya saat perayaan Piala Dunia. Meskipun bukan dari vendor papan atas, kehadiran ponsel TV tersebut mampu memberikat inspirasi bagi vendor lokal untuk mengembangkan produk serupa di tahun berikutnya.
Sepertinya tiap vendor memiliki strategi berbeda dalam menghadirkan ponsel-ponsel unggulannya. Misalnya saja Motorola yang mulai tancap gas dengan ponsel-ponsel super tipisnya dari keluarga RAZR. Samsungpun masih mengandalkan desain slider dan clamshell untuk ponsel-ponsel mereka. Phillips menggandalkan ponsel dengan baterai paling tahan lama yang cocok untuk digunakan bepergian jauh tanpa ketakutan ponsel kehabisan daya. Sementara Nokia dan Sony Ericsson masih menjagokan fitur untuk bersaing dengan para kompetitor.
Tahun 2007
Tahun ini boleh dikatakan sebagai zaman keemasan bagi teknologi CDMA. Bayangkan saja, teknologi super canggih generasi ketiga seakan kalah pamor dengan bundling ponsel CDMA berharga super murah. Begitu menjamurnya pelanggan CDMA membuat operator 3G gerah hingga meluncurkan layanan HSDPA atau yang lebih dikenal dengan 3.5G. Secara umum hampir tidak ada bedanya dengan 3G sebelumnya, hanya saja kecepatan download meningkat dari 384 kbps menjadi 3.6 Mbps.
Melihat prospek industri ponsel di Indonesia yang begitu menjanjikan, vendor Cina seperti Hi-Tech, K-Touch, D-one, dan Imo mulai melirik pasar ponsel Indonesia. Mereka memiliki strategi yang terbilang unik, yaitu dengan menghadirkan ponsel TV dan ponsel dengan kartu SIM ganda yang dapat aktif secara bersamaan. Menariknya lagi, ponsel dengan fitur baru tersebut harganya tak lebih dari 2 jutaan.
Selain itu, vendor elektronik asal Korea Selatan, LG, mulai serius menggarap pasar ponsel di Indonesia dengan menghadirkan ponsel berdesain fresh seperti Chocolate phone. Gebrakan LG ini mendapat respon yang luar biasa dari masyarakat. Chocolate nampaknya laris manis di pasaran meskipun harganya terbilang ‘agak’ mahal.
Tahun 2008
Membuka lembaran baru tahun 2008, kehadiran ponsel Cina mulai marak. Bahkan jumlah ponsel ber-merk Cina tersebut sampai 50-an merk. Kebanyakan dari mereka masih mengunggulkan fitur TV dan dual SIM aktif bersamaan. Namun tak sedikit pula yang meniru desain ponsel laris dari vendor mapan seperti Nokia dan Sony Ericsson. Banyak konsumen yang masih meragukan kualitas ponsel Cina tersebut, namun tak sedikit yang tak kuasa menahan iming-iming harga murah tersebut.
Ponsel Nokia berfitur DVB-H TV receiver berharga 5 jutaanpun mulai dikenalkan, namun sayang nasibnya tak seberuntung ponsel TV buatan Cina. Wajar saja, fitur DVB-H itu tak dapat digunakan di Indonesia karena layanan yang belum tersedia. Sebelumnya di tahun 2006 Nokia juga pernah meluncurkan ponsel dengan fitur sejenis, namun harganya masih sangat mahal (sekitar 8 jutaan).
Tahun 2009
Tahun ini bisa itu semua berkat bantuan operator seluler Indonesia melalui program bundlingnya. dibilang jadi miliknya RIM, produsen ponsel Blackberry. Pabrikan ponsel asal Kanada tersebut sukses besar dalam memasarkan ponsel berkeypad QWERTY di Indonesia. Tentu RIM tak hanya menawarkan perangkat ponsel, namun juga layanan akses data yang diklaim paling stabil di masanya.
Kesuksesannya dibuntuti oleh Nokia dengan ponsel E71 dan E63 yang mengusung desain serupa. Tak hanya Nokia, puluhan vendor Cina pun ikut menggelontorkan jajaran ponsel QWERTY dengan fitur khas mereka yaitu TV tuner dan dual SIM.
Tahun 2010
Bagaimana dengan tahun ini? Pabrikan ponsel papan atas seperti Nokia, Sony Ericsson, Samsung, dan LG mulai rajin dalam menelurkan ponsel berlayar sentuh. Platform android yang sebenarnya sudah masuk ke Indonesia tahun 2009-pun mulai dikenal luas oleh masyarakat. Apakah tahun ini trend ponsel akan bergeser ke interface touchscreen? Bagaimana dengan nasib vendor lokal yang mulai ramai memasangkan Wi-Fi ke ponsel mereka? Kita lihat saja nanti!!!

Poster PKMP

Minggu, 04 April 2010

Fotokatalitik TiO2








Fotokatalis adalah bahan yang dapat mengubah laju reaksi kimia dengan menggunakan radiasi cahaya. Klorofil merupakan tumbuhan yang menyerupai fotokatalis alam. Perbedaan antara fotokatalis klorofil dengan fotokatalis buatan manusia adalah klorofil menangkap cahaya matahari untuk mengubah air dan CO2 menjadi oksigen dan glukosa, sedangkan fotokatalis biasanya merupakan oksidator kuat dan lorong elektron untuk memecah materi organik menjadi CO2 dan air dengan bantuan sinar matahari.

Mekanisme Fotokatalitik adalah sebagai berikut. Saat fotokatalis titanium dioksida (TiO2) menyerap radiasi ultraviolet (UV) dari cahaya matahari atau sumber cahaya (lampu pendar), akan menghasilkan pasangan elektron dan orbital kosong. Elektron dari pita valensi TiO2 tereksitasi saat diterangi cahaya. Kelebihan energi dari elektron yang tereksitasi ini menaikkan elektron ke pita konduksi TiO2, sehingga membentuk pasangan elektron negatif (e-) dan lorong positif (h+). Tingkatan ini ditunjukkan sebagai tingkat fotoeksitasi semikonduktor. Perbedaan energi antara pita valensi dan pita konduksi dikenal sebagai pita gap. Lorong positif TiO2 dipisahkan oleh molekul air sehingga terbentuk gas hydrogen dan radikal hidroksil. Elektron negatif bereaksi dengan molekul oksigen membentuk anion superoksida. Siklus ini berlangsung terus-menerus selama cahaya masih tersedia. Panjang gelombang yang umum untuk fotoeksitasi adalah:
(1240 (Konstanta Planck,h) )/(3.2 ev (energi pita gap))=388 nm

Self-Assembly: From Nature to The Lab


by: Dr. Maxi Boeckl and Dr. Daniel Graham


In the 1980’s, scientists discovered that alkanethiols
spontaneously assembled on noble metals. This new area of
science opened the doors to a simple way of creating surfaces
of virtually any desired chemistry by placing a gold substrate
into a millimolar solution of an alkanethiol in ethanol. This
results in crystalline-like monolayers formed on the metal
surface, called self-assembled monolayers (SAMs).1
Over the years, the mechanism of the self-assembly process
has been well studied and elucidated. Researchers have found
that a typical alkanethiol monolayer forms a (√3 × √3)R30°
structure2 on gold with the thiol chains tilted approximately 30
degrees from the surface normal.3–6 The exact structure of the
monolayer depends on the chemistry of the chain.
Self-assembly forms the basis for many natural processes
including protein folding, DNA transcribing and hybridization,
and the formation of cell membranes. The process of selfassembly
in nature is governed by inter- and intra-molecular
forces that drive the molecules into a stable, low energy
state. These forces include hydrogen bonding, electrostatic
interactions, hydrophobic interactions, and van der Waals forces.

As with self-assembly in nature, there are several driving forces
for the assembly of alkanethiols onto noble metal surfaces. The
first is the affinity of sulfur for the gold surface. Researchers
have found that the sulfur-gold interaction is on the order of 45
kcal/mol,3 forming a stable, semi-covalent bond; in comparison,
the C—C bond strength is ~83 kcal/mol.
The next driving force for assembly is the hydrophobic, van
der Waals interactions between the methylene carbons on
the alkane chains. For alkanethiol monolayers, this interaction
causes the thiol chains to tilt in order to maximize the
interaction between the chains and lower the overall surface
energy. A well-ordered monolayer forms from an alkane chain
of at least 10 carbons. With carbon chains of this length,
hydrophobic interactions between the chains can overcome the
molecules’ rotational degrees of freedom.6,7
A simple alkanethiol molecule is shown in Figure 1. (next
page) An alkanethiol can be thought of as containing 3 parts:
a sulfur binding group for attachment to a noble metal surface,
a spacer chain (typically made up of methylene groups, (CH2)n),
and a functional head group. As mentioned above, the sulfur
atom and the carbons in the methylene groups act as the main
driving forces for assembly of the alkanethiols. The head group
then provides a platform where any desired group can be used
to produce surfaces of effectively any type of chemistry.

By simply changing the head group, a surface can be created
that is hydrophobic (methyl head group), hydrophilic (hydroxyl
or carboxyl head group), protein resistant (ethlylene glycol head
group), or allows chemical binding (NTA, azide, carboxyl, amine
head groups). This enables a researcher to custom design a
surface to serve any desired function.

Kamis, 01 April 2010

Selasa, 23 Maret 2010

TiO2 TEREMBAN PEWARNA TEKSTIL SEBAGAI ZAT WARNA PAKAIAN ANTIBAKTERI

Pakaian dapat berfungsi untuk melindungi tubuh manusia dari berbagai ancaman penyakit. Namun pakaian yang kotor seperti terkena keringat justru dapat menjadi sarang perkembangbiakan bakteri. Untuk mengurangi efek pertumbuhan bakteri pada pakaian, perlu dibuat pakaian dengan bahan khusus yang memiliki aktivitas antibakteri, yaitu nanotabung titanium dioksida (TiO2). Makalah ini akan mendiskripsikan prinsip kerja dan pembuatan pakaian antibakteri berbasis nanotabung TiO2 yang teremban dalam pewarna kain.
Metode penulisan makalah ini adalah dengan pengamatan di lapangan tentang permasalahan yang ada, melakukan analisis dan sintesis dari berbagai referensi artikel penelitian terkini, dan mendiskusikan gagasan yang ditawarkan kepada dosen pembimbing yang berpengalaman di bidang TiO2, dan menyimpulkan hasil diskusi.
Nanotabung TiO2 memiliki aktivitas fotokatalis yang kuat untuk membunuh bakteri, sehingga zat ini dapat digunakan sebagai bahan campuran pada pewarna kain untuk menghasilkan pakaian antibakteri. Pakaian antibakteri dapat dihasilkan dengan cara mensintesis nanotabung TiO2 kemudian mencampurkannya ke dalam pewarna pakaian. Teknik pencampuran nanotabung TiO2 ke dalam pewarna pakaian dilakukan dengan teknik emulsi dan teknik padatan. Mekanisme TiO2 membunuh bakteri dikenal dengan proses fotokatalitik antibakteri. Jika bahan ini memperoleh energi sinar (matahari ataupun sinar buatan), TiO2 akan mendegradasi termasuk bakteri menjadi karbon dioksida (CO2). Pihak-pihak yang memiliki peran penting dalam pengembangan produk ini adalah BPPT/LIPI, balai Tekstil, dan industri pewarna pakaian.

Selasa, 16 Maret 2010

PENGEMBANGAN BALL AND STICK MOLECULE STRUCTURE MULTICOLOUR DARI LIMBAH PLASTIK SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KIMIA YANG EFEKTIF DAN MENYENANGKAN

Oleh: Ria Nurindah, Annisaa S., Arif Hidayat, Friyatmoko W. K., Murniningsih Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, UNY
Abstrak

Melimpahnya limbah plastik menimbulkan berbagai dampak permasalahan lingkungan. Sehingga diperlukan adanya penanganan pengolahan sampah plastik untuk menghasilkan barang yang lebih mempunyai nilai ekonomis, seperti Ball and Stick Molecule Structure Multicolour (molymod). Hal ini dikarenakan media pembelajaran kimia tersebut masih sulit dijumpai, dan media yang ada saat ini harganya cukup tinggi sehingga tidak semua sekolah mampu menyediakannya. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran Ball and Stick Molecule Structure Multicolour dari limbah plastik sebagai media pembelajaran kimia yang efektif dan menyenangkan dan menguji kualitas media tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan membuat media pembelajaran Ball and Stick Molecule Structure Multicolour dari limbah plastik, mengumpulkan data dengan membagikan angket kepada 5 orang reviewer, dan menganalisis data secara deskriptif kualitatif. Penelitian ini telah menghasilkan media Ball and Stick Molecule Structure Multicolour. Penilaian media Ball and Stick Molecule Structure Multicolour dilakukan oleh lima guru SMA/sederajat dengan memperhatikan beberapa aspek penilaian. Skor rata-rata media Ball and Stick Molecule Structure Multicolour adalah 44,4 memiliki persentase keidealan 80,73% dengan kualitas sangat baik (SB). Kata kunci : Ball and Stick Molecule Structure Multicolour, limbah plastik, media pembelajaran kimia

Senin, 15 Maret 2010

Pengembangan Lukisan Emas Tiruan untuk Menghailkan Berbagai Produk Kerajinan


oleh:
Tyas Dewanti, Arif Hidayat, Dian Kartika, Arif Akhmadi

Abstrak


Sodet adalah lukisan timbul yang ditampilkan dalam plat tembaga. Pembuatan kerajinan sodet ini pun dapat dilakukan menggunakan plat tembaga bekas ataupun setengah pakai sehingga selain dapat mengurangi biaya produksi juga berdampak positif pada lingkungan karena mengurangi limbah logam di Yogyakarta pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Proses menyodet melibatkan rangkaian tahap-tahap yang harus dikerjakan, yaitu penjiplakan, penyodetan, pembersihan, pewarnaan, dan finishing. Kerajinan timbul emas tiruan ini merupakan sebuah kerajinan dengan inovasi baru sebagai salah satu karya bernilai seni tinggi. Tanggapan masyarakat terhadap produk ini sangat baik. Kerajinan ini dapat diterima oleh masyarakat. Usaha ini memiliki prospek yang baik mengingat jumlah produk yang terjual dari waktu ke waktu semakin meningkat. Kemajuan industri pariwisata di Jogja juga diharap dapat mendukung usaha ini.

INDIKATOR ASAM BASA DARI LIMBAH SERBUK GERGAJI KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus L.)




Oleh:
Friyatmoko Wahyu K., Arif Hidayat, Martina Retnoyuanni
Pembimbing: Rr. Lis Permana Sari,M.Si

Dalam kehidupan sehari-hari ditemukan senyawa dalam tiga keadaan yaitu asam, basa, dan netral. Sifat asam dan basa suatu zat dapat diketahui menggunakan sebuah indikator. Indikator asam-basa sintetis dapat diganti dengan alternatif lain berupa indikator asam-basa dari bahan-bahan alam atau tanaman. Salah satu tanaman yang mempunyai karakteristik warna yaitu kayu nangka. Kayu nangka mengandung zat warna kuning yang disebut morin. Karena itu, kayu nangka dapat memberikan perubahan warna pada setiap pH sehingga kayu nangka dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pembuatan indikator asam-basa.
Penelitian tentang indikator asam basa dari limbah serbuk gergaji kayu nangka (Artocarpus heterophyllus l.)bertujuan untuk mengetahui pelarut yang paling baik diantara pelarut etanol, aseton, dan etil asetat yang digunakan dalam pembuatan indikator asam basa dari limbah serbuk gergaji kayu nangka, mengetahui perbandingan pelarut yang paling baik digunakan dalam pembuatan indikator asam basa dari limbah serbuk gergaji kayu nangka, dan mengetahui pH trayek perubahan warna yang teramati pada indikator asam basa dari serbuk gergaji kayu nangka.
Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Analisis FMIPA UNY selama bulan Maret-Mei 2009. Metode penelitian yang digunakan meliputi pembuatan indikator asam basa dari limbah serbuk gergajian kayu nangka dan pembuatan trayek pH.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) pembuatan indikator asam basa dari serbuk gergaji kayu nangka lebih baik menggunakan pelarut etanol; (2) perbandingan massa serbuk gergaji kayu nangka:etanol yang paling tepat digunakan dalam pembuatan indikator asam basa cair yaitu 1:4; (3) trayek perubahan warna indikator asam basa cair dari serbuk gergaji kayu nangka dan pelarut etanol terjadi pada pH 7-8 yaitu dari warna kuning menjadi coklat muda.
Keywords : pH, indikator pH, kayu nangka, morin

HISTORY WEBSITE AND INTERACTIVE-CD AS IMPROVEMENT HISTORY TOUR KNOWLEDGE ANCIENT SITES IN GUNUNGKIDUL


by: Eko Yuliyanto, Friyatmoko Wahyu K., Arif Hidayat, Ria Rochmi Safitri, Anggarita Wahyuningsih, M. Saepudin Wahab
Guider: Aman, M.Pd
ABSTRACT

Gunungkidul save the potention that never had other region that is ancient sites. This potention make Gunungkidul as rich archeological area but information about this ancient sites difficult to gotten by tourism. This aim of research is make website and interactive-CD ancient sites in Guinungkidul.
This research is qualitative descriptive. Data has taked in gunungkidul sub-districts that have prehistory estate, such as sites, cave, and lumping batu. Data has taked by: 1) interview, 2) observation, 3) literature study, 4) data validity, 5) reduction, 6) data display, take conclution and verification.
This research producted CD interactive and website that contain Gua Rancang Kencana, Situs Bleberan, Lumpang dan Lesung Batu, Situs Sokoliman, Gua Braholo, Song Tritis, Gua Lawa, Song Gilap, Menhir Semanu Kidul, Gua Cenguk, Situs Gunung Bang, situs Gondang, dan Song Bentar.
Keyword: history tour, Gunungkidul, Interactive-CD, Website

PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP KADAR MINYAK PADA PROSES PEMBUATAN MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN Lactobacillus casei


oleh:
Annisaa Saraswati, Fifit Astuti, Arif Hidayat, Aris Azhar

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Minyak pada Proses Pembuatan Minyak Kelapa Menggunakan Lactobacillus casei. Pembuatan minyak kelapa dilakukan dengan diinkubasi santan kelapa masing-masing selama 6 jam, 12 jam, 18 jam, dan 24 jam pada suhu kamar. Setelah masa inkubasi, akan terlihat lapisan minyak dan protein, lapisan air kemudian dipisahkan. Campuran minyak dan protein dipanaskan pada suhu 100C sampai minyak terpisah dari proteinnya. Metode penentuan kadar minyak kelapa mengacu pada SNI 01-3946-1995. Hasil yang diperoleh
menunjukkan semakin lama waktu fermentasi pada proses pembuatan minyak kelapa menggunakan Lactobacillus casei maka semakin banyak lapisan minyak yang dihasilkan. Kadar air yang didapatkan dari fermentasi minyak 3 kali 24 jam adalah 8,03 %, dan melebihi 0,023 % dari standar SNI, hal ini memperlihatkan kualitas minyak masih rendah.

Keywords : lama fermentasi, kadar minyak, minyak kelapa, Lactobacillus casei

Briket Daun Tebu sebagai Sumber Energi Alternatif


oleh:
M. Hizbul Wathon, Nur Jamilatu K., Arif Hidayat, Friyatmoko W.K.,

Abstrak


Potensi biomassa daun tebu sebagai sumber energi alternatif sedemikian melimpah, namun belum terolah sepenuhnya. Berawal dari hal tersebut diperlukan pengelolahan biomassa daun tebu.Agar praktis, dibuat menjadi briket dengan campuran bahan perekat yang terbuat dari tepung pati. Diharapkan briket biomassa daun tebu dapat menjadi solusi untuk pemenuhan energi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi campuran daun tebu/tepung pati yang menghasilkan kalor terbesar dan titik nyala terendah.
Variasi campuran daun tebu dan tepung pati yang menghasilkan kalor terbesar yaitu variasi B dengan kalor sebesar 463,093 cal/g. Uji rata-rata kalor yang dihasilkan dari variasi tebu dan briket kulit kacang menggunakan tingkat signifikansi 0,05 (α=5%).
Variasi campuran daun tebu dan tepung pati yang menghasilkan titik nyala terendah yaitu variasi D dengan titik nyala sebesar 200C. Uji titik nyala yang dihasilkan dari variasi tebu dan briket kulit kacang menggunakan tingkat signifikansi 0,05 (α=5%).

OPTIMALISASI NILAI GUNA ABU JERAMI SEBAGAI KATALIS BASA PADA REAKSI TRANSESTERIFIKASI DALAM PEMBUATAN BIODIESEL





oleh:
Itsnaini Rahmawati, Arif Hidayat
Pembimbing: Rr. Lis Permanasari M.Si

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan ini diantaranya untuk mengetahui proses transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis basa dari abu jerami, pengaruh penggunaan katalis basa dari abu jerami terhadap viskositas biodiesel, titik nyala (flash point), angka penyabunan, dan angka iodine pada proses transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel, dan mengetahui keunggulan penggunaan katalis basa dari abu jerami pada proses transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel.
Penulisan ini dilakukan dengan berbagai tahap, yaitu mengamati dan menganalisis permasalahan tentang semakin menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia, mempelajari informasi dari kajian pustaka dan beberapa hasil penelitian bahwa abu jerami memiliki kandungan KOH yang tinggi, dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel, merumuskan masalah, mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber (yaitu literatur pada media cetak dan elektronik serta data-data akurat yang diperoleh dari jurnal dan laporan hasil penelitian), mengolah dan menganalisis permasalahan berdasarkan data dan informasi serta telaah pustaka yang telah diperoleh untuk mendapatkan jawaban dari perumusan masalah, mengambil kesimpulan sesuai dengan perumusan masalah, dan merekomendasikan saran.
Preparasi katalis dapat dilakukan dengan menggerus abu jerami dan disaring dengan penyaring mesh 100. Selanjutnya abu dikeringkan dalam oven pada temperatur 110oC selama 2 jam dan direndam dalam metanol teknis dan Brataco Chemika selama + 48 jam pada temperatur kamar. Ekstrak yang diperoleh dicukupkan volumenya hingga diperoleh rasio mol metanol/minyak tertentu yang akan digunakan untuk melakukan reaksi transesterifikasi terhadap minyak (dengan BM minyak yang sudah diketahui). Transesterifikasi dilakukan dengan merefluks metanol yang telah bercampur dengan metanol pada suhu kamar.

Minggu, 14 Maret 2010


IDENTIFIKASI ION LOGAM Cr(VI) MENGGUNAKAN EKSTRAK KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus L.)
Oleh :
Resti Yektyastuti, Itsnaini Rahmawati, Arif Hidayat
Pembimbing: Das Salirawati, M.Si.

ABSRTAK

Metode identifikasi ion logam Cr(VI) yang cepat, akurat, praktis, dan murah sangat diperlukan dalam industri yang menghasilkan limbah berbahaya tersebut. Salah satu cara yaitu dengan menggunakan zat warna morin yang terkandung dalam kayu nangka. Artikel ini menjelaskan konsentrasi minimum ion logam Cr(VI) agar dapat diidentifikasi menggunakan ekstrak kayu nangka dan pH optimum untuk identifikasi tersebut.
Metode yang digunakan meliputi ekstraksi kayu nangka dalam etanol 96% dengan perbandingan massa kayu nangka dan etanol 1:7 selama 24 jam. Dilakukan filtrasi dengan kertas saring. Hasil yang diperoleh ditutup rapat agar tidak menguap. Penentuan Konsentrasi Minimum dilakukan dengan memvariasi larutan kromium 1 ppm; 2 ppm; 4 ppm; dan 6 ppm. Sedangkan untuk penentuan pH optimum digunakan buffer fosfat pH 2-12 (dengan perbandingan 1:3). Pengamatan warna larutan dilakukan secara visual.
Ekstrak kayu nangka dapat digunakan untuk mengidentifikasi ion logam Cr(VI). Larutan yang mengandung ino logam Cr(VI) berwarna kuning, sedangkan larutan yang tidak mengandung ion logam Cr(VI) berwarna coklat. Ekstrak kayu nangka dapat mengidentifikasi ion logam Cr(VI) hingga konsentrasi 1 ppm. Kondisi yang paling optimal untuk identifikasi ion logam Cr(VI) adalah pada pH 7.


Kata kunci: identifikasi, ion Cr(VI), morin, ekstrak kayu nangka.